Jumat, 18 September 2009

HUKUM DAN PERUBAHAN PERILAKU SOSIAL MASYARAKAT DILIHAT DARI ASPEK SOSIOLOGI HUKUM

Oleh: Zaldi Mirza Lazuardi
Dosen Pembina Matakuliah Sosiologi Hukum Prof Dr H Zainuddin Ali MA

I. Pendahuluan
Kehidupan manusia di dalam pergaulan masyarakat diliputi oleh norma-norma, yaitu peraturan hidup yang mempengaruhi tingkah laku manusia di dalam masyarakat. Sejak masa kecilnya manusia merasakan adanya peraturan-peraturan hidup yang membatasi sepak terjangnya. Pada permulaan yang dialami adalah peraturan-peraturan hidup yang berlaku dalam lingkungan keluarga yang dikenalnya, kemudian juga yang berlaku di dalam masyarakat. Yang dirasakan paling nyata adalah peraturan-peraturan hidup yang berlaku di dalam suatu negara.
Peraturan-peraturan yang ada disuatu negara dibuat oleh penguasa negara, isinya mengikat setiap orang dan pelaksanaannya dapat dipertahankan dengan segala paksaan oleh alal-alat negara. Peraturan-peraturan tersebut dapat juga kita sebut dengan Norma Hukum. Norma hukum juga merupakan sarana yang dipakai oleh masyarakat untuk mengarahkan tingkah laku anggota masyarakat pada saat mereka berhubungan satu sama lain.
Pada masyarakat modern hukum tidak hanya dipakai untuk mengukuhkan pola-pola kebiasaan dan tingkah laku yang terdapat dalam masyarakat, melainkan juga untuk mengarahkannya kepada tujuan-tujuan yang dikehendaki, menghapuskan kebiasaan yang dipandang tidak sesuai lagi, menciptakan pola-pola kelakuan baru dan sebagainya. Makalah ini akan mengupas mengenai hukum dan perubahan perilaku sosial masyarakat dilihat dari aspek sosiologi hukum.

II. Pembahasan
Menurut kodrat alam, manusia di mana-mana dan pada zaman apapun juga selalu hidup bersama, hidup berkelompok-kelompok. Dalam sejarah perkembangan manusia tak terdapat seorangpun yang hidup menyendiri atau terpisah dari kelompok manusia lainnya, kecuali dalam keadaan terpaksa dan itu pun hanyalah untuk sementara waktu. Manusia sebagai individu (perseorangan) mempunyai kehidupan jiwa yang menyendiri, namun manusia sebagai mahluk sosial tidak dapat dipisahkan dari masyarakat. Manusia lahir, hidup berkembang dan meninggal dunia di dalam masyarakat.
Hasrat untuk hidup bersama memang telah menjadi pembawaan manusia, merupakan suatu keharusan badaniah untuk melangsungkan hidupnya. Persatuan manusia yang timbul dari kodrat yang sama itu lazim disebut dengan masyarakat. Jadi masyarakat itu terbentuk apabila ada dua orang atau lebih hidup bersama, sehingga dalam pergaulan hidup itu timbul berbagai hubungan atau pertalian yang mengakibatkan bahwa yang seorang dan yang lain saling kenal mengenal dan pengaruh mempengaruhi.
Di dalam kehidupan masyarakat terdapat berbagai golongan dan aliran. Walaupun golongan dan aliran itu beraneka ragam dan masing-masing mempunyai kepentingan sendiri-sendiri, tetapi ada kepentingan bersama yang mengharuskan ketertiban dalam kehidupan bermasyarakat.
Agar memenuhi kebutuhannya dengan aman dan tentram tanpa gangguan, tiap manusia memerlukan adanya suatu tata (orde). Tata itu berwujud aturan-aturan yang menjadi pedoman bagi segala tingkah laku manusia dalam pergaulan hidup, sehingga kepentingan masing-masing dapat terpelihara dan terjamin, selain itu anggota masyarakat juga mengetahui hak dan kewajibannya masing-masing. Tata itu lazim disebut dengan kaidah atau norma.
Norma itu sendiri mempunyai dua macam isi, yaitu :
1.Perintah, yang merupakan keharusan bagi seseorang untuk berbuat sesuatu oleh karena akibat-akibatnya dipandang baik.
2.Larangan, yang merupakan keharusan bagi seseorang untuk tidak berbuat sesuatu oleh karena akibat-akibatnya dipandang baik.
kegunaan norma itu sendiri adalah untuk memberi petunjuk kepada manusia bagaimana seseorang harus bertindak dalam dalam masyarakat serta perbuatan-perbuatan mana yang harus dipenuhi.
Di dalam kehidupan bermasyarakat terdapat beberapa norma yang berlaku, salah satu diantaranya adalah norma hukum. Isi dari norma hukum adalah peraturan-peraturan yang dibuat oleh penguasa negara dan bersifat mengikat bagi setiap orang. Dalam pelaksanaannya norma hukum dapat dipertahankan dengan segala paksaan oleh alat-alat negara, misalnya Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya (Pasal 2 ayat (1) UU No.1 Tahun 1974 tentang perkawinan).
Menurut Leon Duguit, Hukum ialah aturan tingkah laku para anggota masyarakat, aturan yang daya penggunaannya pada saat tertentu diindahkan oleh suatu masyarakat sebagai jaminan dari kepentingan bersama dan yang jika dilanggar menimbulkan reaksi bersama terhadap orang yang melakukan pelanggaran itu.
Salah satu karakteristik hukum yang membedakanya dari aturan-aturan yang bersifat normatif adanya mekanisme kontrol yaitu yang disebut sebagai sanksi. Sanksi digunakan sebagai alat untuk mengontrol mereka yang menyimpang dan juga untuk menjaga agar orang tetap patuh kepada aturan-aturan yang telah ditentukan.
Secara sosiologis hukum berfungsi untuk membimbing manusia, khususnya mengenai perilakunya yang nyata. Di dalam hal ini, hukum dapat dipergunakan sebagai sarana pengendalian, maupun untuk merubah ataupun menciptakan yang baru. Hukum adalah sarana yang dipakai oleh masyarakat untuk mengarahkan tingkah laku anggota masyarakat pada saat mereka berhubungan satu sama lain. Kemana hukum itu mengarahkan tingkah laku manusia merupakan prioritas yang ada pada masyarakat itu sendiri. Masyarakatlah yang menentukan arah-arah tersebut dan oleh karena itu kita bisa melihat hukum itu sebagai pencerminan dari kehendak masyarakat. Kehendak masyarakat untuk mengarahkan tingkah laku anggota-anggota masyarakat itu dilakukan dengan membuat pilihan antara tingkah laku yang disetujui dan yang ditolak.
Salah satu ciri yang menonjol dari hukum pada masyarakat modern adalah penggunaanya secara sadar oleh masyarakatnya. Di sini hukum tidak hanya dipakai untuk mengukuhkan pola-pola kebiasaan dan tingkah laku yang terdapat dalam masyarakat, melainkan juga untuk mengarahkannya kepada tujuan-tujuan yang dikehendaki, menghapuskan kebiasaan yang dipandang tidak sesuai lagi, menciptakan pola-pola kelakuan baru dan sebagainya. Inilah yang disebut sebagai pandangan modern tentang hukum itu yang menjurus kepada penggunaan hukum sebagai suatu instrument.
Sorokin telah menggambarkan pandangan dari masyarakat modern tentang hukum itu dengan cukup tajam, yaitu sebagai : hukum buatan manusia, yang sering hanya merupakan sebuah instrumen untuk menundukkan dan mengeksploitasi suatu golongan oleh golongan lain. Tujuannya adalah sepenuhnya utilitarian: keselamatan hidup manusia, keamanan harta benda dan pemilikan, keamanan dan ketertiban, kebahagiaan dan kesejahteraan atau dari masyarakat keseluruhannya, atau dari golongan yang berkuasa dalam masyarakat.. norma-normanya bersifat relative, bisa dirubah dan tergantung pada keadaan. Dalam sistem hukum yang demikian itu tidak ada yang dianggap abadi atau suci….”
Adanya hubungan fungsional antara sistem hukum yang dipakai dan (struktur) masyarakatnya sebetulnya sudah diuraikan oleh Emile Durkheim, pada waktu itu ia membicarakan tentang hubungan antara kualitas solidaritas antara anggota-anggota masyarakat dengan sistem hukum yang dipakainya. Durkheim membedakan antara “masyarakat dengan solidaritas mekanik” dengan “masyarakat dengan solidaritas organik”. Masyarakat dengan solidaritas yang disebut pertama adalah yang mendasarkan pada sifat kebersamaan dari para anggotanya . sedangkan yang kedua , mendasarkan pada individualitas dan kebebasan dari para anggotanya. Masyarakat solidaritas mekanik dipertahankan oleh sistem hukum represif, sedangkan masyarakat solidaritas organik oleh sistem hukum restitutif. Sistem hukum represif fungsional untuk masyarakat dengan solidaritas mekanik, oleh karena ia mampu mempertahankan kebersamaan itu. Sistem hukum restitutif juga sesuai untuk menjaga kelangsungan masyarakat dengan solidaritas organik, oleh karena sistem ini memberikan kebebasan kepada masing-masing individu untuk berhubungan satu sama lain menurut pilihannya sendiri, sedangkan hukumnya hanya mengusahakan supaya tercapai keseimbangan di antara kepentingan-kepentingan dari para pihak yang mengadakan hubungan tersebut.
Sekalipun Durkheim tidak membicarakan masalah penggunaan hukum secara sadar untuk merubah masyarakat, namun efek yang diberikan oleh uraiannya itu mendukung ke arah penggunaan yang demikian itu. Teori Durkheim memberikan dasar bagi kemungkinan penggunaan suatu sistem hukum untuk menciptakan atau mempertahankan masyarakat yang diinginkannya.
Penggunaan hukum secara sadar untuk mengubah masyarakat itu disebut sebagai Social Engineering atau lengkapnya Social Engineering by law. Langkah yang diambil dalam Social Engineering bersifat sistematis, dimulai dari identifikasi problem samapai kepada jalan pemecahannya, yaitu:
1.Mengenai problem yang dihadapai sebaik-baiknya termasuk di dalamnya mengenali dengan seksama masyarakat yang hendak menjadi sasaran dari penggarapan tersebut.
2.Memahami nilai-nilai yang ada dalam masyarakat. Hal ini penting dalam hal Social Engineering itu hendak diterapkan pada masyarakat dengan sektor-sektor kehidupan majemuk, seperti : tradisional, modern dan perencanaan. Pada tahap ini ditentukan nilai-nilai dari sektor mana yang dipilih.
3.Membuat hipotesa-hipotesa dan memilih mana yang paling layak untuk bisa dilaksanakan.
4.Mengikuti jalannya penerapan hukum dan mengukur efek-efeknya.
Sekalipun orang pada zaman modern sekarang ini mempunyai kesadaran tentang penggunaan hukum untuk menyusun dan mengubah masyarakat yang demikian itu, namun masih harus dipertanyakan seberapa jauh hukum itu mampu dipakai sebagai instrumen yang dapat mengubah masyarakat. Kalau hukum itu memang mampu menimbulkan pengaruh dan efek yang dikehendaki, seberapa jauhkah, seberapa besarkah?.
Keadaan memang tidak mudah untuk memastikan apakah hukum itu memang telah berhasil untuk menimbulkan perubahan seperti yang dikehendaki. Hubungan antara hukum dengan masalah yang dijadikan sasarannya tidaklah berupa hubungan sebab-akibat seperti pada ilmu-ilmu alam. Oleh karena itu masih ada pendapat yang meragukan, bahwa hukum mampu untuk melakukan perubahan yang dinginkannya.
Terdapat kemungkinan-kemungkinan lain yang bisa turut menyebabkan timbulnya sesuatu perubahan dalam masyarakat. Factor-faktor ini di antaranya adalah ekonomi dan penggunaan teknologi. Sampai di sini sebetulnya kita telah memasuki suatu persoalan yang memang cukup rumit, yaitu masalah penyebab sosial. Untuk menentukan sebab-sebab tertentu yang diperkirakan menimbulkan suatu keadaan dalam kehidupan sosial adalah tidak mudah dan oleh karena itu orang sering lebih suka memilih untuk menggunakan kata-kata yang lebih ringan, seperti kecenderungan, korelasi dan sebagainya.
Hukum tetap bisa dipakai sebagai instrumen yang dipakai secara sadar untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu. Hanya dalam menilai proses pencapaian tujuan itu kita tidak boleh berpikir seperti dalam ilmu-ilmu alam. Yang jelas, prosesnya akan berlangsung cukup panjang dan efek yang ditimbulkannya bisa merupakan efek yang sifatnya berantai. Dalam keadaan yang demikian ini, maka hukum bisa digolongkan ke dalam factor penggerak mula, yaitu yang memberikan dorongan pertama secara sistematis.
Suatu contoh yang baik sekali mengenai proses yang demikian itu adalah suatu keputusan yang dibuat oleh supreme Court Amerika Serikat pada tahun 1954 yang menyatakan, bahwa pemisahan rasial pada sekolah-sekolah pemerintah adalah tidak konstitusional. Keputusan ini bisa dimasukkan ke dalam golongan social engineering oleh karena bertujuan untuk menciptakan perubahan pada masyarakat, yaitu untuk merubah moralitas orang Amerika Serikat yang tidak menyukai adanya pembaruan antara orang-orang kulit putih dan kulit hitam dalam satu sekolah.
Memang dalam waktu yang singkat, keputusan tersebut tidak dapat diharapkan untuk menghapus sama sekali prasangka orang kulit putih terhadap kulit hitam. Tetapi seperti yang dikatakan oleh Edwin M. Schur, orang perlu membedakan antara prasangka dan diskriminasi. Prasangka menyangkut soal sikap yang memihak, yaitu kecenderungan kearah memberikan penilaian terlebih dahulu disebut Diskriminasi, dalam pada itu menyangkut tindakan yang merugikan secara tidak adil terhadap golongan minoritas dalam masyarakat dengan cara menolak untuk memperlakukannya secara sama, menolak diterapkannya sistem peradilan yang semestinya dan sebagainya. Orang tidak harus mengurangi prasangka secara efektif untuk bisa melakukan pengendalian terhadap tindakan diskriminatif secara terbuka itu. Biasanya rakyat mematuhi hukum, sekalipun isinya tidak mereka sukai.
Dalam hubungan dengan perundang-undangan atau keputusan hakim yang memberikan perlindungan terhadap orang-orang negro ini, sekalipun ia gagal untuk mengurangi prasangka tersebut. Namun pengaruhnya terhadap perlakuan hukum selanjutnya bagi orang-orang negro itu harus diakui efektifitasnya. Keputusan serta perundang-undangan yang demikian itu akan mendorong penerapan hak-hak individual yang makin meluas, seperti hak untuk memberikan suara, untuk memperoleh pekerjaan, menggunakan fasilitas umum, memperoleh pendidikan yang cukup, perumahan yang layak dan seterusnya. Dalam kenyataannya memang keputusan-keputusan pengadilan federal dan negara bagian di Amerika Serikat memberikan pengakuan yang makin luas terhadap hak-hak seperti tersebut di atas.
Bahkan pada hari selasa 4 November 2008 Barack Obama calon presiden kulit hitam pertama yang berasal dari Partai Demokrat berhasil mencetak sejarah menjadi presiden kulit hitam pertama di negara Amerika Serikat. Jika melihat komposisi penduduk AS pada tahun 2008, sekitar 52% adalah kulit putih, 24% Afrika-Amerika, 14% Hispanics (keturunan Mexico dan Amerika Latin), 7% Asia (terutama Asia Tengah, Timur, dan Selatan), dan sisanya Arab, Timur Tengah, dan lain-lain. Maka dengan kemenangan Barack Obama yang meyakinkan dapat kita ambil kesimpulan bahwa rakyat Amerika Serikat perlahan-lahan sudah meninggalkan perilaku Rasisme.
Namun demikian dalam kenyataannya seringkali kita temukan hukum tidak selalu berpengaruh secara positif terhadap masyarakat. Hukum dapat juga mengakibatkan terjadinya perilaku yang menyimpang, oleh karena warga masyarakat sengaja berbuat melawan hukum atau mungkin dia sama sekali tidak mengacuhkan hukum yang berlaku. Misalnya, perilaku para pejalan kaki apabila ada jembatan penyeberangan mereka tetap memilih untuk tidak memakai jembatan penyeberangan tersebut.
Apabila ada kecenderungan bahwa hukum tertentu tidak diacuhkan atau dilawan, maka dapatlah dikatakan bahwa hukum tersebut mempunyai pengaruh yang negatif terhadap warga masyarakat. Maka dalam hal tersebut dapat dikatakan hukum kurang berhasil di dalam fungsinya sebagai sarana untuk merubah perilaku masyarakat.
Kalau diperhatikan, maka penggunaan hukum untuk melakukan perubahan-perubahan dalam masyarakat berhubungan erat dengan konsep penyelenggaraan kehidupan sosial-ekonomi dalam masyarakat. Apabila orang berpendapat, bahwa proses-proses sosial ekonomi itu hendaknya dibiarkan berjalan menurut hukum-hukum kemasyarakatan sendiri, maka hukum tidak akan digunakan sebagai instrument perubahan yang demikian itu. Sebaliknya, apabila konsepnya justru merupakan kebalikan dari yang disebut di muka, maka peranan hukum menjadi penting untuk membangun masyarakat. Oleh karena itu peranan hukum yang demikian itu berkaitan erat dengan konsep perkembangan masyarakat yang didasarkan pada perencanaan. Perencanaan membuat pilihan-pilihan yang dilakukan secara sadar tentang jalan yang mana dan cara yang bagaimana yang akan ditempuh oleh masyarakat untuk mencapai tujuan-tujuannya.

III.Kesimpulan Dan Saran

A.Kesimpulan
Di dalam kehidupan bermasyarakat terdapat beberapa norma yang berlaku, salah satu diantaranya adalah norma hukum. Isi dari norma hukum adalah peraturan-peraturan yang dibuat oleh penguasa negara dan bersifat mengikat bagi setiap orang. Dalam pelaksanaannya norma hukum dapat dipertahankan dengan segala paksaan oleh alat-alat negara.
Secara sosiologis hukum berfungsi untuk membimbing manusia, khususnya mengenai perilakunya yang nyata. Dalam hal ini, hukum dapat dipergunakan sebagai sarana pengendalian, maupun untuk merubah ataupun menciptakan yang baru. Hukum juga merupakan sarana yang dipakai oleh masyarakat untuk mengarahkan tingkah laku anggota masyarakat pada saat mereka berhubungan satu sama lain.
Pada masyarakat modern hukum tidak hanya dipakai untuk mengukuhkan pola-pola kebiasaan dan tingkah laku yang terdapat dalam masyarakat, melainkan juga untuk mengarahkannya kepada tujuan-tujuan yang dikehendaki, menghapuskan kebiasaan yang dipandang tidak sesuai lagi, menciptakan pola-pola kelakuan baru dan sebagainya. Inilah yang disebut sebagai pandangan modern tentang hukum itu yang menjurus kepada penggunaan hukum sebagai suatu instrument.

B.Saran
Keputusan yang dibuat oleh supreme Court Amerika Serikat pada tahun 1954 mengenai diskriminasi etnis membuat bangsa Amerika Serikat secara perlahan-lahan melepaskan diri dari hal-hal yang menyangkut diskriminasi etnis. Hal tersebut patut kita contoh dengan cara masing-masing warga negara harus memberikan dukungan terhadap segala peraturan perundang-undangan yang bertujuan untuk mengahapus hal-hal bertentangan dengan semangat pancasila, aliran kepercayaan dan hak asasi manusia.

DAFTAR PUSTAKA

A. BUKU
Atik Indriyani, et al., Pengantar Hukum Indonesia, Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Trisakti, 2001.
C.S.T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum Dan Tata Hukum Indonesia, cet.7, Jakarta: Balai Pustaka, 1986.
Samidjo, Pengantar Hukum Indonesia, Bandung: CV. Armico,1985.
Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, cet.1, Bandung: Alumni, 1982.
Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, cet.5, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2000.
Soerjono Soekanto, Heri Tjandrasari, Beberapa Aspek Sosio Yuridis Masyarakat, Bandung: Alumni, 1983.

1 komentar: