Rabu, 17 Agustus 2011

PEMBIAYAAN BERDASARKAN SISTEM PERBANKAN SYARIAH

PEMBIAYAAN BERDASARKAN SISTEM PERBANKAN SYARIAH
Oleh: Prof Dr H Zainuddin Ali MA
A. Pendahuluan
Pembiayaan syariah sebagai suatu Alternatif pengem-bangan pembiayaan Modal Ventura Indonesia telah dipergu-nakan dalam perkembangan industri modal ventura Indonesia (yang terwakili dengan keberadaan Bahana Artha Ventura dan Perusahaan Modal Ventura Daerah setiap propinsi di Indonesia). Hal dimaksud, terdiri atas 3 (tiga) instrumen pembiayaan, yaitu: (a) Saham, (b) Obligasi Konversi, dan (c) Bagi Hasil. Perjalanan ketiga instrumen pembiayaan tersebut telah mengalami pasang surut yang signifikan sesuai dengan pasang surut perekonomian bangsa Indonesia.
Krisis ekonomi yang melanda bangsa Indonesia di penghujung abad 20 telah menjadikan instrumen pembiayaan Saham dan Obligasi Konversi menjadi kurang diminati oleh pemodal ventura Indonesia sebagai pengaruh negatif langsung terhadap modal ventura Indonesia sehubungan dengan jatuh ruginya entitas-entitas usaha yang dibiayai oleh instrumen pembiayaan Saham dan Obligasi Konversi, serta gagalnya exit alternative melalui Initial Public Offering atas entitas-entitas usaha tersebut sebelum perekonomian Indonesia memburuk.
Untuk melakukan aktivitas berupa reaksi terhadap kerugian-kerugian historis dan potensial yang diderita modal ventura Indonesia, maka modal ventura Indonesia menyiasati dengan memberlakukan pola bagi hasil tetap dan/atau pola bagi hasil minimum yang mengadopsi pola perbankan konvensional (flat rate dan effective rate) dengan penetapan tingkat bunga tertentu ataupun minimum atas outstanding pembiayaan yang diberikan kepada entitas-entitas usaha yang dibiayai dengan pola bagi hasil. Reaksi dimkasud, telah membawa modal ventura Indonesia jauh dari semangat modal ventura yang sesungguhnya. Semangat modal ventura yang sesungguhnya sendiri sangat dekat dengan apa yang disebut pembiayaan syariah.
Instrumen Pembiayaan Modal Ventura Indonesia saat ini sebagaimana telah disinggung di atas, bahwa modal ventura Indonesia mempunyai tiga instrumen pembiayaan, yaitu: Saham Modal ventura Indonesia masuk ke dalam suatu entitas usaha melalui instrumen pembiayaan saham dengan harapan memperoleh keuntungan dari dividen, benefit lain atas kepemi-likan entitas tersebut dan capital gain pada saat melakukan exit untuk sebagian atau keseluruhan kepemilikan melalui mekanis-me Initial Public Offering yang dilanjutkan dengan pasar sekunder dan Private Selling ke investor potensial lainnya. Penetapan harga saham pada saat modal ventura Indonesia masuk ke dalam suatu entitas usaha tampak lebih banyak menggunakan nilai nominal (par value) saham mengingat entitas tersebut belum mempunyai harga pasar yang jelas untuk saham-saham yang dikeluarkannya.
Dalam upaya untuk memberikan waktu yang lebih banyak sebelum benar-benar memiliki suatu entitas usaha dan untuk berjaga-jaga agar pembiayaannya masih mempunyai alternatif mekanisme exit melalui pelunasan pinjaman, maka modal ventura Indonesia masuk ke dalam suatu entitas usaha melalui instrumen pembiayaan obligasi konversi. Harga konversi (jika akan dikonversi ke saham) atau harga pelunasan (jika dilunasi atas permintaan modal ventura Indonesia / entitas usaha tersebut atau waktu jatuh tempo pelunasan) ditetapkan secara spesifik melalui metode-metode perhitungan tertentu. Harga konversi ditetapkan biasanya dengan menggunakan price to book value ratio yang disesuaikan apabila terjadi hal-hal seperti pengeluaran saham bonus, pemecahan saham dan pengeluaran saham baru (untuk private placement, right issue, surat warrant, obligasi konversi atau instrumen lain) sebelum konversi obligasi tersebut ke saham dilakukan. Rumus-rumus yang digunakan secara umum untuk penyesuaian hal dimaksud, dibuat rumus: (a) HS = (Sa1/(Sa1+Sb)) x HK à penyesuaian untuk saham bonus, (b) HS = (Sa/Sp) x HK à penyesuaian untuk pemecahan saham, dan (c) HS = (Sa2+(Bp/HK))/(Sa2+Sp1)) x HK à penyesuaian untuk pengeluaran saham terbatas
Keterangan rumus
HS : Harga saham konversi disesuaikan
HK : Harga konversi
Sa : Jumlah saham sebelum pemecahan
Sp : Jumlah saham setelah pemecahan
Sa1 : Jumlah saham sebelum pembagian saham bonus
Sb : Jumlah saham bonus
Sa2 : Jumlah saham sebelum penawaran terbatas
Bp : Besarnya nilai penempatan
Sp1 : Jumlah saham penawaran terbatas
Harga pelunasan biasanya mengacu kepada nilai awal pembiayaan yang dikalikan dengan suatu faktor bunga berbunga dengan acuan suatu tingkat pengembalian periodik yang diharapkan (Periodic Expected Rate of Return), dengan ilustrasi perhitungan, yaitu : HP = NA x (1+ERR)p
Keterangan rumus:
HP : Harga pelunasan
NA : Nilai awal
ERR : tingkat pengembalian periodik
p : Periode Bagi Hasil
Instrumen pembiayaan bagi hasil murni sesungguhnya sangat dekat dengan pembiayaan syariah. Namun banyak kenyataan yang terjadi di modal ventura Indonesia, yaitu penerapan pola bagi hasil tetap dan/atau bagi hasil minimum dari outstanding pembiayaan yang mengadopsi pola perbankan konvensional dengan flat rate ataupun effective ratenya. Adapun alasan yang dikeluarkan modal ventura Indonesia atas diadopsi-nya pola perbankan konvensional ini antara lain:
a. Kendala intern modal ventura Indonesia:
(a) Lemahnya sumber daya manusia dalam menilai kelayakan laporan keuangan entitas-entitas usaha yang dibiayai
(b) Risiko tinggi jika menggunakan profit sharing murni
(c) Pendapatan yang fluktuatif ERR sulit dipenuhi
b) Belum ada patokan resmi bagi hasil Kendala di entitas-entitas usaha:
(a) Laporan keuangan belum siap saji
(b) Perusahaan perorangan yang belum layak secara administratif
(c) Entitas-entitas usaha tersebut belum terbuka Masih terpengaruh oleh pemikiran bunga perbankan konven-sional
Ketiga instrumen pembiayaan modal ventura Indonesia tersebut sebenarnya mempunyai kedekatan dengan pembiayaan syariah dengan beberapa modifikasi penetapan dan perhitungan.
B. Latar Belakang dan Pengrtian Pembiayaan Syariah
a. Latar Belakang Pembiayaan Syariah
Pembiayaan Syariah mempunyai latar belakang keagamaan yang berlandaskan kepada Firman Allah SWT yang telah dituliskan di dalam Kitab-Kitab Suci Agama Samawi, antara lain:
a) Kitab-Kitab Suci Yahudi dan Nasrani
(a) Kitab Ulangan (Deuteronomy) Pasal 23 ayat 19 "Janganlah engkau membungakan kepada saudaramu, baik uang maupun bahan makanan atau apapun yang dapat dibungakan. Kitab Keluaran (Eksodus) Pasal 22 ayat 25 "Jika engkau meminjam uang kepada salah seorang dari umatKu, orang yang miskin di antaramu, maka janganlah engkau berlaku sebagai seorang penagih hutang terhadap dia; janganlah kamu bebankan bunga kepadanya."
(b) Kitab Imamat (Levicitus) Pasal 35 ayat 7
"Janganlah engkau mengambil bunga uang atau riba dari padanya, melainkan engkau harus takut akan Allahmu, supaya saudaramu dapat hidup di antaramu. Janganlah engkau memberi uangmu kepadanya dengan meminta bunga, juga makananmu janganlah kau berikan dengan meminta riba.
(c) Kitab Injil (Bible) Lukas 6:34-35
"Dan jikalau kamu meminjamkan sesuatu kepada orang, karena kamu berharap akan menerima sesuatu dari padanya, apakah jasamu? Orang-orang berdosapun meminjamkan kepada orang berdosa, supaya mereka menerima kembali tambah banyak." "Tetapi kamu, kasihilah musuhmu dan berbuatlah baik kepada mereka dan pinjamkan dengan tidak mengharapkan balasan, maka upahmu akan besar dan kamu akan menjadi anak Allah Yang Maha Tinggi, sebab Ia baik terhadap orang-orang yang tidak tahu berterima kasih dan terhadap orang-orang jahat."
b) Kitab suci orang Islam
Qur’an Surah al Baqarah: 275-276 Firman Allah dalam surah Al Baqarah ayat 275-276; 278-279 menyatakan: "Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan karena mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambil dahulu (sebelum datang larangan); dan urusan (terserah) kepada Allah. Orang-orang yang mengulangi (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa."
Qur’an Surah al Imran: 130 "Hai orang-orang yang berima, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba) maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertobat bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak pula dianiaya."
Qur’an Surah an Nisa: 160-161:
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan."
"Maka disebabkan kezhaliman orang-orang Yahudi, kami haramkan atas mereka (memakan makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka, dan karena mereka banyak menghalangi (manusia) dari jalan Allah, dan disebabkan mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang dari padanya, dan karena mereka memakan harta orang dengan jalan yang bathil. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir di antara mereka itu siksa yang pedih."
Surah Ar-Ruum ayat 39:
Qur’an Surah Surah Ar-Ruum: 39
: "Dan suatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia. Maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipatgandakan (pahalanya)."
b. Pengertian Pembiayaan Syariah
Pembiayaan syariah adalah pembiayaan yang dilakukan secara murabahah (jual-beli dengan marjin tertentu), mudharabah (bagi hasil) dan musyarakah (pembiayaan patungan). Ketiga bentuk pembiayaan dimaksud, masing-masing mempunyai jenis dan bentuk berdasarkan aqad/perjanjian yang menjadi kesepakatan antara pihak yang melakukan aqad/ perjanjian berdasarkan prinsip syariah.
Ke tiga skema pembiayaan dimaksud, bank sentral menghendaki komposisi murabahah diseimbangkan dengan mudharabah dan musyarakah. Data Bank Indonesia per November 2003 menyebutkan bahwa dari total pembiayaan sebesar Rp5,466 triliun mempunyai komposisi, yaitu murabahah mendominasi sebesar 71,2% (Rp3,89 triliun), mudharabah 15,1% (Rp824,3 miliar), dan musyarakah 5,3 % (Rp288,5 miliar).
C. Instrumen Pembiayaan Syariah
Dari sekian banyak kombinasi pembiayaan syariah ada beberapa contoh instrumen pembiayaan syariah yang sangat applicable dengan semangat modal ventura yang sesungguhnya dengan masih mengkaitkan ketiga instrumen pembiayaan modal ventura Indonesia yang ada sekarang. Instrumen pembiayaan syariah tersebut antara lain: Al Musyarakah untuk pendirian
usaha atau proyek (dapat disejajarkan dengan instrumen pembiayaan saham), yaitu mencampurkan dana untuk mendirikan usaha atau kontrak proyek dengan tujuan memperoleh keuntungan. Pemilik modal dalam musyarakah ini adalah dua pihak atau lebih (misalnya venture capital company, pengusaha dan silent partner). Keuntungan atau kerugian usaha atau kontrak proyek dinikmati atau ditanggung bersama-sama sesuai dengan porsi modal atau profit/loss sharing yang ditetapkan dalam kesepakatan/perjanjian awal.
Dalam pembiayaan syariah, musyarakah mempunyai implementasi spesifik dalam bentuk saham. Saham dalam pasar modal syariah adalah suatu bukti penyertaan modal dalam suatu perusahaan sampai perusahaan ditutup / dilikuidasi. Adapun prinsip dasar saham secara syariah adalah: (a) bersifat musyarakah jika saham ditawarkan secara private; (b) bersifat mudharabah jika saham ditawarkan pada public; (c) tidak boleh ada pembedaan jenis saham karena risiko harus ditanggung oleh semua pihak; (d) seluruh keuntungan akan dibagi hasil, dan jika terjadi kerugian akan dibagi rugi setelah dilikuidasi; (e) investasi pada saham tidak dapat dicairkan dari usaha atau proyek yang bersangkutan kecuali dalam keadaan bangkrut atau dialihkan lewat jual beli investasi.
Al Mudharabah untuk pembiayaan usaha atau proyek (dapat disejajarkan dengan instrumen pembiayaan obligasi / quasi equity seperti obligasi konversi), yaitu pengusaha proyek merupakan pemegang amanah terhadap modal yang diterima dari pemilik modal (venture capital company), yaitu modal merupakan titipan/amanah dalam konsep wadiah yang dapat dimanfaatkan untuk memperoleh keuntungan. Pengusaha saat melakukan proyek yang berkaitan dengan Al Mudharabah adalah wakil pemilik modal, dan jika pengusaha memperoleh keuntungan maka pengusaha bertindak sebagai rekan pemilik modal, sehingga keuntungan tersebut harus dibagikan sesuai dengan prinsip musyarakah yang mengharuskan adanya bagi hasil yang adil antara rekan perkongsian.
Bagi hasil keuntungan ini nisbahnya (perbandingan, misalnya 66% : 33% untuk pemilik modal : pengusaha) ditentukan pada kesepakatan/perjanjian awal. Modal disediakan seluruhnya oleh pemilik modal sampai suatu masa tertentu, yaitu ketika modal tersebut dikembalikan secara utuh. Al Mudharabah ini sering disebut trust financing yang hanya diberikan kepada pengusaha yang sudah teruji memegang amanah dengan baik, sehingga jika terjadi satu dan lain hal yang merugikan kedua belah pihak, hal itu tidak disebabkan oleh kesalahan pengelolaan si pengusaha sehingga risiko dapat ditanggung bersama secara adil.
Dalam pembiayaan syariah, mudharabah mempunyai implementasi spesifik dalam bentuk quasi equity seperti obligasi konversi. Obligasi / Quasi equity dalam pasar modal syariah adalah suatu kontrak hutang yang tertulis, berjangka panjang, untuk membayar kembali seluruh nilai hutang pada tanggal tertentu dan membayar sejumlah keuntungan secara periodik menurut aqad atau suatu bukti penyertaan dana dalam jangka panjang (seperti modal) tetapi dapat ditarik kembali sesuai aqad.
Adapun prinsip dasar obligasi secara syariah, yaitu: (a) bersifat mudharabah (namun tidak harus menanggung rugi) atau muqaradah; (b) umumnya mendapat pembagian dari pendapatan (revenue sharing); (c) dapat dijual di bawah nilai yang sebenarnya bila perusahaan mengalami kerugian dan terbentuk mekanisme pasar modal syariah; (d) perubahan nilai pasar bukan berarti perubahan jumlah hutang; Sedangkan prinsip dasar quasi equity secara syariah adalah: (a) bersifat mudharabah; (b) penyertaan tidak sepanjang umur perusahaan (hanya sepanjang umur proyek spesifik); (c) seluruh keuntungan dan kerugian akan dibagi sesuai dengan kontrak; (d) nilai penyertaan dapat menurun; (e) komitmen sama seperti penyertaan modal tetap. Al Murabahah untuk jual beli barang investasi atau bahan baku di modal kerja (merupakan konsep penyederhanaan instrumen bagi hasil ke jual beli dengan risiko penangguhan pembayaran dan fluktuasi harga).
Murabahah adalah jual beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati oleh kedua pihak. Karakteristiknya adalah penjual harus memberitahu harga produk yang ia beli dan menentukan suatu tingkat keuntungan sebagai tambahannya. Sebagai contoh dapat diungkapkan misalnya: pihak venture capital company bernegosiasi dengan entitas usaha yang ingin membeli barang investasi dalam bentuk mesin, maka entitas usaha tersebut memesan kepada venture capital company untuk membeli mesin tersebut dari suatu produsen dengan kesepakatan/perjanjian bahwa entitas usaha akan membeli mesin tersebut dari venture capital company setelah mesin tersebut dimiliki oleh venture capital company dengan harga dan keuntungan yang pantas bagi venture capital company setelah memperhitungkan risiko penangguhan pemba-yaran dan fluktuasi harga. Perhitungan risiko penangguhan pembayaran dan fluktuasi harga dilakukan karena adanya tenggang waktu antara pengadaan dan pelunasan mesin yang dibiayai venture capital company. Instrumen pembiayaan ini, jika dibuat revolving, bisa juga diaplikasikan untuk pengadaan pupuk bagi pertanian ataupun bahan baku tertentu bagi pabrikan.
As-Salam untuk jual beli dibayar di depan produk-produk pertanian teridentifikasi dengan bentuk yang jelas, ukuran, kualitas dan kuantitasnya (merupakan konsep penyederhanaan instrumen bagi hasil ke jual beli dengan risiko penangguhan pembayaran dan fluktuasi harga). Salam adalah proses jual beli yang pembayaran dilakukan secara advance manakala penyerahan barang dilakukan kemudian. Yang harus ditekankan adalah pembayaran di muka ini harus diikuti dengan spesifikasi produk pertanian yang mutu (grade) serta jumlah (berat) sesuai dengan kesepakatan/perjanjian, bukan seperti ijon yang spesifi-kasinya bukan terkait langsung dengan produk tetapi luas lahan produk itu ketika ditanam sampai panen. Venture capital company dapat melakukan parallel salam untuk memperoleh keuntungan jual beli produk-produk pertanian.
Sebagai contoh dapat diungkapkan misalnya: venture capital company memberi permodalan kepada petani coklat sejumlah 2 Milyar dengan kesepakatan/perjanjian bahwa petani coklat akan menyerahkan hasil coklatnya dengan mutu tertentu dan berat tertentu pada saat panen dan venture capital company juga melakukan kesepakatan/perjanjian menjual kepada satu pemakai produk coklat dengan harga yang menguntungkan. Petani coklat wajib menyerahkan produk coklat dengan spesifikasi produk dan waktu sesuai kesepakatan/perjanjian awal. Begitu juga dengan pemakai produk coklat. Secara spesifik yang dilakukan oleh venture capital company adalah parallel salam. Instrumen pembiayaan ini apabila dibuat revolving akan sangat applicable pada pembiayaan konvensional pola inti plasma yang selama ini dilakukan oleh modal ventura Indonesia.
Masih banyak produk-produk pembiayaan syariah yang dapat diimplementasikan dalam venture capital yang dapat dikembangkan menjadi cikal bakal pasar modal syariah. Pasar modal syariah sendiri akan terbangun dan terbentuk dengan kebiasaan komunitas keuangan dalam menggunakan dan mene-rapkan produk-produk pembiayaan syariah. Karena itu, bila mengacu kepada pembentukan pasar modal konvensional, maka pembentukan pasar modal syariah membutuhkan perangkat-perangkat, yaitu: Lembaga pasar modal syariah seperti; Perbankan syariah, Asuransi syariah, Venture capital syariah, Securities syariah, dan Lembaga pasar modal lainnya yang dibutuhkan untuk pembentukan pasar modal syariah.
Profesi penunjang pasar modal syariah seperti; Legal audit syariah, Notaris syariah dan Profesi penunjang lainnya yang dibutuhkan untuk pembentukan pasar modal syariah. Bahasan ini hanyalah diperuntukkan sebagai ulasan sederhana benang merah antara konsep venture capital dan pembiayaan syariah.1
D. Konsep & Aplikasi Pembiayaan Syariah
a. Penjualan Dengan Margin (Al - Murabahah)
a) Penjualan dengan Margin adalah perjanjian jual-beli suatu barang antara pemilik barang dengan pembeli. Dalam proses penentuan harga barang itu, pemilik barang yang menetapkan jumlah keuntungannya.
b) Dalam urusan Bank, biasanya pembeli memberi tahu jenis barang yang dikehendakinya serta sifat-sifat barang itu. Kemudian Bank membeli barang tersebut.
c) Barang itu lalu dijual oleh Bank kepada pembeli dengan harga yang meliputi harga asalnya ditambah dengan keuntungan menurut persetujuan antara kedua belah pihak.
d) Perjanjian jual-beli ini sah jika kedua belah pihak mengetahui :
i. Harga asal barang itu, dan
ii. Jumlah keuntungan pemilik modal.
b. Penjualan secara Angsuran (Bai’ Bithaman Ajil atau Murabahah)
a) Penjualan secara Angsuran adalah perjanjian jual-beli suatu barang antar pemilik barang dengan pembeli, yaitu pemilik barang menyerahkan barangnya kepada pembeli dengan serta merta dan pembeli mengangsur pembayarannya sampai waktu tertentu. Penjualan secara angsuran adalah kebalikan dari Jual Salam yang akan dijelaskan nanti.
b) Harga dalam Penjualan secara angsuran boleh lebih tinggi dibandingkan dengan jika dibayar tunai. Tapi jika harganya sudah disetujui dan dipastikan, maka tidak boleh diubah lagi.
c) Waktu pembayaran angsuran serta banyaknya angsur-an ditentukan oleh perundingan dan persetujuan antara pemilik barang dengan pembeli.
d) Di Malaysia kalau kurang dari setahun di sebut BBA dan di atas setahun disebut Murabahah.

c. Jual Salam (Bai’ul - Salam)
a) Jual Salam adalah perjanjian jual-beli suatu barang antara pemilik barang dengan pembeli, di mana pembeli membayar barang itu dengan serta merta dan pemilik barang menangguhkan penyerahan barang tersebut sampai waktu tertentu. Jual Salam adalah kebalikan dari Penjualan secara Angsuran yang telah dijelaskan tadi.
b) Barang yang tersebut hendakalah bersifat nyata dan ditetapkan jumlah atau kadarnya.
c) Tempat penyerahan barang itu hendaklah ditetapkan..
d. Sewa (Al - Ijarah)
a) Penyewaan adalah perjanjian antara pemilik harta, baik yang tidak bergerak seperti tanah atau rumah, maupun yang bergerak seperti mobil dengan penyewa, di mana pemilik harta membolehkan penyewa untuk mengguna-kan, memanfaatkan dan memperoleh jasa dari hartanya, lalu penyewa membayar sewa kepada pemilik harta sesuai dengan yang disetujui bersama..
b) Jenis, sifat-sifat, waktu penyewaan, cara pembayaran sewa serta hal-hal lain yang penting untuk menghindari kesalahpahaman hendaklah dijelaskan.
e. Sewa - Jual (Al - Bai’ al - Ta’jiri)
a) Sewa-jual sama seperti sewa yang sudah dijelaskan tadi, tapi ditambah dengan syarat bahwa pemilik harta setuju untuk menjual hartanya kepada penyewa sesudah waktu tertentu dengan harga yang disetujui dan dikurangi harga sewa yang telah dibayar sebagai sebagian dari jumlah harga barang itu.
b) Semua syarat-syarat penyewaan dan pertukaran hak milik yang diterapkan Syariah Islam harus dipenuhi.
f. Pengupahan (Al - Ijarah)
a) Pengupahan adalah perjanjian antara pihak yang diupah dengan pihak pengupah, di mana pihak yang diupah memberikan suatu jasa, dan pihak pengupah membayar upah sesuai dengan jumlah yang disetujui kedua belah pihak.
b) Sifat-sifat jasa tersebut, jumlah upah dan hal-hal lain yang berhubungan harus dinyatakan dengan jelas untuk menghindari perselisihan.
g. Wakalah (Al - Wakalah)
a) Wakalah adalah perjanjian antara orang yang melantik seorang wakil dengan orang yang dilantik sebagai wakil, di mana orang yang melantik memberi kuasa kepada wakilnya untuk melaksanakan suatu pekerjaan atau tugas untuk pihaknya.
b) Pekerjaan atau tugas yang diwakilkan itu harus dinyatakan dengan jelas.
c) Uang atau harta yang diterima wakil yang berhubungan dengan pekerjaan atau tugasnya dianggap Wadi’ah, selama uang atau harta itu berada di tangannya.
d) Wakil boleh menerima upah atas jasa pelaksanaan kerja atau tugasnya.
h. Pinjaman Kebajikan (Al - Qardhul Hasan)
a) Pinjaman Kebajikan adalah perjanjian antara pihak pemberi pinjaman dengan pihak yang peminjam, di mana pihak pemberi pinjaman setuju meminjamkan sejumlah uang kepada pihak peminjam selama bebe-rapa waktu tertentu yang dinyatakan dengan syarat-syarat tentang pembayaran balik dan hal-hal lainnya yang ditentukan, dan pihak peminjam diwajibkan untuk membayar balik sejumlah uang yang ia pinjam menurut syarat-syarat yang telah ditetapkan.
b) Unsur utama dari pelaksanaan Pinjaman Kebajikan ini adalah semata-mata supaya orang yang kaya dan orang yang mampu menolong dan membantu orang yang tidak mampu, dan orang yang memerlukan bantuan.
c) Pihak pemberi pinjaman tidak boleh meminta sumbangan apa pun dari pihak peminjam selain dari sejumlah uang yang dipinjamkan, tapi sebaliknya pihak peminjam disunatkan untuk menyumbang atau membayar lebih dari jumlah yang dipinjam kepada pihak pemberi pinjaman karena sudah diberi bantuan dan pertolongan olehnya.
h. Pegadaian (Al - Rahn)
a) Pegadaian adalah perjanjian antara penggadai dengan pihak penerima gadai, di mana penggadai memberi suatu barang berharga kepada pihak penerima gadai sebagai jaminan jika ia tidak dapat melunasi hutangnya. Jika ia tidak dapat melunasi hutangnya, maka pihak penerima gadai akan menjual barang itu dan hasilnya diambil sesuai dengan jumlah hutang lalu sisanya di kembalikan kepada penggadai.
b) Tidak boleh menetapkan akhir waktu suatu Pegadaian, kecuali untuk waktu yang sama dengan waktu pelunasan hutang tersebut.
i. Jaminan Hutang atau Pelaksanaan Kerja (Al - Kafalah)
a) Jaminan Hutang atau Pelaksanaan Kerja adalah perjanjian antara penjamin dengan pihak yang dijamin, di mana penjamin menerima tanggungjawab untuk melunaskan hutang atau membayar ganti rugi jika pihaknya berhutang atau berjanji untuk melaksanakan suatu pekerjaan dan gagal melaksanakannya.
b) Hutang yang dijamin itu harus yang sah dan wajib dibayar.
E. Jenis-Jenis Pembiayaan dan Investasi
Bank menyediakan berbagai jenis pembiayaan, bentuk investasi dan jasa kepada peminjam, investor dan para nasabahnya. Jenis-jenis pembiayaan, investasi dan jasa ini mungkin terbatas pada usia Bank, tapi akan berkembang dari waktu ke waktu. Pada bagian ini akan dijelaskan secara ringkas mengenai jenis-jenis pembiayaan dan investasi yang khusus berhubungan dengan pelaksanaan proyek, perolehan harta dan modal kerja. Bentuk-bentuk pembiayaan perniagaan dan jenis jasa lainnya akan dijelaskan pada bagian-bagian berikut.1
Selain itu, Bank dapat menyediakan pembiayaan dan investasi untuk kegiatan pengeluaran ekonomi yang tidak bertentangan dengan Syariah. Faktor-faktor lain yang menen-tukan pembiayaan dan investasi yang disediakan oleh Bank adalah: (i) Viabiliti (kedudukan keuntungan) proyek tersebut; (ii) Kedudukan yang simpanan dan kemampuan Bank; dan Posisi Bank dalam pembiayaan dan investasinya, (iii) Dari segi bentuk pembiayaan dan investasi, bolehlah dibayangkan bahwa pembiayaan dan investasi Bank meliputi tiga bidang, yaitu : (a) Membiayai atau investasi dalam suatu proyek atau bagian dari proyek itu, misalnya proyek-proyek pertanian, konstruksi, pertambangan minyak, perniagaan dan jasa; (c) Membiayai nasabah untuk memperoleh harta tetap, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, seperti tanah, tambang dan pabrik, bangunan termasuk rumah serta alat transportasi dan pengangkutan; dan (c) Membiayai nasabah untuk memperoleh modal kerja, misalnya memperoleh inventori, seperti alat-ganti, bahan-bahan mentah dan barang setengah jadi. Lain han halnya bila dilihat dari jangka waktu pembiayaan dan investasi yang dibuat oleh Bank yang bisanya dibagi menjadi tiga jenis, yaitu : (i) Jangka pendek, yaitu yang waktunya kurang dari 1 tahun; (ii) Jangka sedang, yaitu yang waktunya antara 1 sampai dengan 3 tahun; dan (iii) Jangka panjang, yaitu yang waktunya lebih dari 3 tahun.
a. Pembiayaan Proyek berdasarkan hukum Mudharabah
Hukum Mudharabah, boleh dipakai Bank dalam suatu pembiayaan proyek. Syarat-syarat terpenting dalam pembia-yaan yang berlandaskan hukum Mudharabah adalah sebagai berikut :
a) Bank (pemilik modal) menyediakan seluruh uang tunai untuk membiayai proyek, dan nasabah (pengusaha) mengurus dan mengusahakannya.
b) Nisbah bagi hasil antara Bank dan nasabah disetujui dan dipastikan dalam Perjanjian.
c) Bank tidak mencampuri pengurusan proyek, tapi boleh mengawasi dan memberi usul.
d) Jika ada kerugian, maka ditanggung oleh Bank, kecuali jika kerugian itu disebabkan oleh kesengajaan pengusaha

b. Pembiayaan proyek berdasarkan hukum Musyarakah
Bank juga boleh membiayai suatu proyek dengan ber-landaskan kepada hukum Musyarakah. Syarat-syarat utama dari pembiayaan proyek menurut hukum Musyarakah adalah sebagai berikut :
a) Bank dan nasabah bersama-sama menyumbang untuk pembiayaan suatu proyek secara usaha-bersama.
b) Nisbah bagi hasil antara Bank dengan nasabah disetujui dan dipastikan dalam Perjanjian. Nisbah ini tidak harus setara dengan jumlah sumbangan masing-masing.
c) Bank akan menyertai pengurusan proyek itu, kecuali jika Bank memberi izin kepada nasabah untuk mengurusnya sendiri.
d) Jika ada kerugian, maka ditanggung bersama oleh Bank dan nasabah menurut nisbah sumbangan masing-masing.
c. Pembiayaan Perolehan barang berdasarkan Penjualan dengan margin.
Dalam urusan pembiayaan nasabah untuk memperoleh harta tetap, baik yang tidak bergerak seperti tanah dan rumah, maupun yang bergerak seperti alat transportasi dan pengangkutan, Bank boleh beroperasi berdasarkan hukum Penjualan dengan Margin. Syarat-syarat utama pembiayaan bentuk ini adalah sebagai berikut :
a) Bank membeli barang yang diinginkan nasabah.
b) Bank menjual barang itu kepada nasabah dengan harga yang disetujui kedua belah pihak, yang meliputi :
(i) Harga barang yang dibeli Bank; dan
(ii) Penambahan untung Bank.
d. Pembiayaan Perolehan barang berdasarkan hukum Penjualan Angsuran
Dalam urusan seperti tadi, jika nasabah ingin mengangsur pembayaran barang itu hingga waktu tertentu, maka Bank boleh beroperasi menurut hukum Penjualan Angsuran. Syarat-syarat terpenting operasi ini adalah sebagai berikut :
a) Bank membeli barang yang diinginkan nasabah.
b) Waktu pengangsuran dan cara pembayaran angsuran disetujui kedua belah pihak.
c) Bank menjual harta itu kepada pelanggan dengan harga yang disetujui kedua belah pihak, yang meliputi :
(i) Harga barang yang dibeli Bank; dan
(ii) Margin Bank.
e. Pembiayaan Perolehan barang berdasarkan hukum Sewa
Dalam pembiayaan perolehan barang seperti dijelaskan di atas, Bank boleh melakukannya berdasarkan kepada hukum Sewa, jika pihak nasabah cenderung memilih cara pembiayaan ini. Langkah-langkah pembiayaan ini adalah sebagai berikut :
a) Bank membeli barang yang diinginkan nasabah.
b) Bank menyewakan barang itu kepada nasabah menurut waktu, jumlah sewaan, serta syarat-syarat lain yang disetujui kedua belah pihak.
f. Pembiayaan Perolehan barang berdasarkan hukum Sewa-Jual
Dalam urusan seperti tadi, jika nasabah ingin memilik barang itu pada akhir waktu sewanya, maka Bank boleh menyediakan kemudahan ini dengan berlandaskan kepada hukum Sewa-Jual. Langkah-langkah utamanya adalah sebagai berikut :
a) Bank membeli barang yang diinginkan nasabah.
b) Bank menyewakan barang itu kepada nasabah menurut waktu, jumlah sewaan serta syarat lainnya yang disetujui kedua belah pihak.
c) Bank dan nasabah setuju supaya Bank menjual barang itu kepada nasabah pada jumlah harga dan waktu yang ditetapkan, dikurangi jumlah harga sewa yang telah dibayar sebagai sebagian dari jumlah harga itu.
g. Pembiayaan Modal Kerja berdasarkan hukum Penjualan dengan Margin
Bank boleh memberi kemudahan untuk membiayai modal kerja para nasabah. Kemudahan ini dapat diberikan, terutama untuk membiayai modal kerja nasabah untuk memperoleh dan memegang inventori, alat-ganti, bahan-bahan mentah dan barang setengah jadi. Pembiayaan ini disediakan oleh pihak Bank berdasarkan kepada hukum Penjualan dengan Margin. Langkah-langkah pembiayaan itu adalah sebagai berikut.
a) Bank membeli barang yang diinginkan nasabah.
b) Bank menjual barang itu kepada nasabah dengan harga yang disetujui kedua belah pihak, yang meliputi :
(a) Harga barang yang dibayar Bank; dan
(b) Margin Bank.
Hal dimaksud, dapat diuraikan sebuah contoh melalui tanya jawab yang dikutip melalui internet sebagai berikut.1
Pak Bandi bertanya kepada Ahmad Gozali dialog tanya jawab dimaksud, yaitu: (a) Pak Bandi mengungkapkan bahwa ia adalah seorang karyawan swasta dan sudah memiliki dua orang putra yang masih kecil-kecil. Saya sering sekali tugas diluar karena pekerjaan saya memang mengharuskan saya untuk bertemu klien. Selama ini saya menggunakan sepeda motor untuk mengantarkan anak-anak sekolah dan bekerja. Sepeda motor tersebut saya beli cash (bukan leasing) karena sebagai muslim, saya memang berusaha agar tidak kena bunga. Tabungan pun saya pindah ke bank syariah. Masalahnya, sekarang ini sepeda motor sudah tidak lagi menunjang. Saya pingin memiliki mobil. Tapi kalau menunggu sampai terkumpul cash saya rasa lama sekali, nanti malah keburu terpakai untuk yang lainnya. Pertanyaan saya, apakah ada leasing syariah sehingga bisa cicil mobil secara syariah? Bagaimana dengan persyaratan dan cicilannya, apakah bisa lebih murah atau malah lebih mahal dari yang biasa?
Pertanyaan dimaksud, dijawab (b) ahmad Gozali, yaitu Pak Bandi, saya salut pada Anda. Sebagai seorang muslim, berusaha menjaga agar tidak mengambil atau terkena bunga. Karena keduanya sama-sama riba, dan riba haram hukumnya. Perusahaan leasing yang beroperasi sesuai syariah sayangnya saat ini belum ada. Tapi jangan khawatir, layanan transaksi leasing (sewa-beli) syariah dan kredit syariah untuk mobil bisa diperoleh di perbankan syariah. Baik itu di bank syariah maupun di Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS)
Bank syariah memiliki produk pembiayaan untuk kepemilikan mobil, baik itu mobil baru maupun mobil bekas. Pembiayaannya sendiri ada dua macam, yaitu dengan akad murabahah alias jual beli dengan pembayaran yang dicicil. Hal ini mirip dengan KPM di bank konvensional. Dan alternatif kedua yaitu pembiayaan dengan akad IMBT (Ijarah Muntanhia Bit-Tamlik) yang mirip dengan leasing (sewa-beli).
Prinsip dari kedua pembiayaan dimaksud mempunyai kesamaan, yaitu sama-sama bisa mencicil mobil tanpa bunga dengan kedua akad ini. Tapi jangan salah kaprah, tanpa bunga di sini bukan berarti harga kredit dan harga tunai sama saja. Karena kalau begitu bank tidak bisa mengambil untung. Dan kalaupun bank tidak untung, maka nasabah penabung juga yang rugi karena tidak mendapatkan bagi hasil.
Bank tetap mengambil untung, namun keuntungan yang diambil oleh bank bukan dalam bentuk bunga melainkan margin jual beli atau biaya sewa. Kalau akadnya murabahah, maka bank membelikan mobil yang Anda inginkan dari dealer dan menjualnya kembali pada Anda dengan harga yang lebih tinggi dan boleh dicicil. Keuntungan yang diambil oleh bank dalam hal ini adalah keuntungan jual beli, yaitu selisih harga jual dan harga beli. Jadi, tanpa bunga.
Beda halnya kalau akadnya adalah IMBT, dalam hal ini bank membeli mobil dari dealer dan menyewakannya pada Anda. Pada akhir masa sewa nanti, akan dilakukan perpindahan hak milik sehingga mobilnya menjadi milik Anda. Perpindahan hak milik ini bisa dilakukan dengan cara jual beli atau dihibahkan. Tentu saja dengan memperhitungkan uang yang sudah Anda bayarkan sebagai sewa. Total harga sewa plus beli mobilnya nanti pasti akan lebih tinggi daripada harga tunainya. Selisih itulah keuntungan bagi bank.
Anda untung karena bisa memiliki mobil dengan mencicil, dan bank pun untung dengan selisih harga jual dan harga beli. Keduanya sama-sama untung, namun tanpa ada bunga. Untuk lebih jelasnya mengenai pembiayaan/kredit apa saja yang ada di bank syariah, ada baiknya Anda baca buku “Jangan Ada Bunga di Antara Kita: Serba?serbi Kredit Syariah”.
Persyaratannya sendiri hampir sama saja dengan kredit/leasing konvensional. Begitu juga dengan besarnya cicilan, tentunya bank syariah juga ingin agar produknya bisa bersaing dengan produk bank konvensional. Biasanya sih, bank syariah memiliki tariff yang lebih murah dari BPRS. Namun prosedur di BPRS bisa lebih simple dan lebih cepat prosesnya.